PJ Bupati Inhil Bersihkan Maksiat, Bersih Sungai dari Sampah Kapan?

Foto: Alfatah Hidayat

Sudah saatnya Inhil berbenah, dan diawali oleh keseriusan pemerintahnya yang tidak setengah hati. Atau, jangan-jangan, benar pra-sangka orang bahwa langkah pembersihan maksiat ini hanya langkah politis untuk pra-kondisi Pilkada tahun 2024 ini?

Penulis: Alfatah Hidayat 

Beberapa waktu lalu PJ Bupati Inhil H. Herman, SE., MT. melakukan langkah tegas dengan menutup tempat-tempat maksiat di Kecamatan Tembilahan. Langkah ini cukup berani mengingat telah menjadi rahasia umum bahwa kegiatan asusila telah berjalan lama dan tidak mendapat perhatian dari pemerintah.

Terlepas dari pro dan kontra kebijakan tersebut, dapat kita tarik bahwa langkah itu merupakan bentuk pembersihan yang dilakukan pemerintah dari kemaksiatan. Langkah tersebut merupakan langkah baik untuk membersihkan sampah masyarakat. Sebagaimana Kutipan terkenal bahwa “Kebersihan adalah sebagian dari iman”, jelas bahwa langkah PJ Bupati Inhil adalah untuk menciptakan lingkungan sosial yang bersih.

“Kebersihan sebagian dari Iman” adalah kutipan yang diambil dari potongan salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Muslim; الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ “Bersuci merupakan setengah dari iman.” (HR. Muslim nomor 328).

Bersuci berarti membersihkan diri, baik dalam artian fisik maupun dalam pengertian rohani. Memberantas penyakit masyarakat memang baik bila ditilik secara agama maupun filosofi budaya Melayu. Sayangnya, kebersihan Inhil dalam arti fisik atau dalam hal-hal konkret seringkali terlupakan dan justru tidak menjadi perhatian bagi pemerintah.

Saya ambil contoh satu, yakni tentang sungai-sungai di Inhil yang tercemar oleh limbah perkebunan, limbah perusahaan, limbah rumah tangga, dan sampah plastik. Padahal secara geografis, Inhil adalah negeri seribu parit dengan mayoritas arealnya terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa yang rentan dengan banjir rob. Persoalan ini mengancam kesehatan masyarakat yang setiap tahunnya selalu berhadapan dengan fenomena banjir rob. Dan bencana tersebut terjadi berulang-ulang tanpa ada jalan penyelesainnya.

Maka, selain apresiasi terhadap langkah bersih-bersih PJ Bupati Inhil dengan penutupan tempat-tempat prostitusi dan wilayah kumuh, harus ada juga pertanyaan mengenai langkah pembersihan yang dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang dapat mengendalikan produksi sampah dari hulu hingga ke hilir.

Parit 13, misalnya, yang mengalami pendangkalan karena tumpukan sampah. Sudah sejak dulu menjadi pemandangan kumuh dan membawa kesan tak terawat. Pemkab Inhil harus segera mengambil langkah serius dalam pengendalian sampah tesebut. Pembersihan aliran sungai serta pengelolaan sampah yang berorientasi pada kemandirian masyarakat akan mengurangi potensi kerusakan lingkungan. Ini kapan dilakukan?

Kebijakan konkret pengendalian sampah akan mengubah wajah Inhil yang telah tercemar menjadi kota yang lebih baik. Serta menjadi langkah dalam mewujudkan hak masyarakat untuk mendapat lingkungan hidup yang baik seperti yang tercantum dalam Pasal 28 H Ayat (1) UUD NRI 1945.

Tentu, kebijakan ini akan menunjukkan keseriusan ketimbang dengan hanya menutup tempat prostitusi, sembari pada saat yang sama, pemerintah menutup mata dalam soal sampah yang telah mengancam dan merusak lingkungan hidup masyarakat Inhil.

Melihat kondisi lingkungan yang memprihatinkan ini, maka tidak salah bila label “Sungai Inhil Darurat Sampah” harus disebarkan untuk menyadarkan masyarakat. Sudah saatnya Inhil berbenah, dan diawali oleh keseriusan pemerintahnya yang tidak setengah hati. Atau, jangan-jangan, benar pra-sangka orang bahwa langkah pembersihan maksiat ini hanya langkah politis untuk pra-kondisi Pilkada tahun 2024 ini? Semoga sangkaan saya keliru. Semoga setelah ini ada langkah kongkret PJ Bupati Inhil dan aparatusnya untuk serius membersihkan Inhil secara lahir dan batin.

Editor: Ziyad Ahfi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *