Pedagang di Taman Kota Bangkinang Digusur Paksa Satpol PP dengan Alasan Merusak Keindahan Kota dan Proyek Renovasi Tim Sukses Bupati?

Foto: Akun Instagram @satpolppkab.kampar

ihwal.co – Nasib 16 pedagang di Taman Kota Bangkinang terancam setelah sekompi Satpol PP datang membawa selembar surat peringatan dari Pemda Kampar yang memaksa mereka bubar dari lapak dagangannya.

Aal, salah seorang pedagang yang sudah bertahun-tahun berdagang di sana, mengungkapkan kepada kami bahwa alasan Satpol PP itu hendak menggusur paksa mereka adalah karena keberadaan mereka dianggap merusak keindahan taman kota, dan juga karena akan ada proyek renovasi senilai Rp3,8 Miliar yang diduga akan dikerjakan oleh salah satu tim sukses bupati.

Foto: Akun Instagram @satpolppkab.kampar – Satpol PP Kab. Kampar sedang memberi surat peringatan kepada pedagang

Lelaki paru baya itu bercerita, mereka sudah berdagang di sana sejak tahun 2013, saat taman kota masih menjadi area parkir Stadion Tuanku Tambusai. Tapi karena kegiatan sepakbola di kota ini panas-panas eek ayam, parkiran tersebut sudah seperti istana hantu.

Melihat kondisi itu, Aal bersama-sama dengan pedagang yang lain, berinisiatif membuka usaha kaki lima untuk bertahan hidup di tengah kondisi token listrik yang berbunyi, lambung yang menyipak, dan negara yang tak berpihak.

Setelah lama berdagang di sana, lambat laun semakin banyak orang-orang yang mulai ikut berdagang. Mulai dari mainan anak-anak, minuman sachet, es tebu, sate, dan lain sebagainya. Alhasil, area parkir tersebut disulap menjadi sebuah taman jajan: Diisi banyak orang, ruang bermain anak, dan ruang pertemuan warga.

Foto: ihwal.co – Pedagang di Taman Kota Bangkinang Kota

Namun nahasnya, pada tahun 2020, ruang jual-beli yang dibangun susah-payah atas inisiatif mereka itu dipaksa pindah ke area tepian stadion karena mendapat kabar bahwa Pemkab Kampar akan membangun sebuah proyek taman kota yang sempat mangkrak selama kurang lebih 2 tahun lamanya.

Foto: auranews.id – Proyek pembangunan taman kota yang sempat mangkrak selama kurang lebih dua tahun lamanya

Mereka yang semula berada di tengah-tengah area parkir, dipaksa menggeser lapaknya ke tempat yang semakin sempit. Meski sulit diterima, dengan alasan untuk “bertahan hidup,” mereka menerima keputusan sepihak itu.

Foto: ihwal.co – Suasana di Taman Kota Bangkinang Kota

Tidak berselang lama, proyek itu dilanjutkan kembali hingga akhirnya selesai. Tapi lagi-lagi, warga Bangkinang Kota, terutama para pedagang, harus menelan ludah. Taman yang digadang-gadang akan seperti taman surga itu kini tak lebih seperti sebuah tempat yang bahkan seekor nyamuk pun najis bersarang di sana: mati, gelap, bahkan sudah mulai diisi aktifitas perzinahan dan perkumpulan pemuda pecinta narkoba.

Foto: Bekawan.com – tampak atas Taman Kota Bangkinang Kota

Belum puas membuat pedagang itu menderita, pada pertengahan bulan Juni 2025 lalu, sekompi Satpol PP kembali mendatangi mereka dan membawa selembar surat peringatan. Tanpa dialog, tanpa solusi, mereka dipaksa pindah dari area stadion.

Tidak seperti sebelumnya yang hanya disuruh geser ke tepian. Tapi kali ini sudah dipaksa bubar. Angkat kaki dan tak boleh lagi berada di kawasan stadion. Aal bercerita sambil menirukan suara seorang Satpol PP arogan: Kalian merusak keindahan kota!

Foto: Instagram @satpolppkab.kampar – Saat Satpol PP Kampar memberi surat peringatan kepada pedagang di Taman Kota

Padahal, menurut Aal, selama mereka berdagang di sana, sesekali mereka dimintai biaya retribusi kebersihan sebesar dua ribu rupiah oleh seseorang yang mengaku diperintah pejabat di lingkungan Pemda Kampar—yang artinya keberadaan mereka diakui dan ikut berkontribusi terhadap pendapatan daerah.

Karena tak kunjung pindah setelah diberi surat peringatan pertama, untuk kedua kalinya, sekompi pasukan penegak perda dan pelindung pemda itu datang kembali, dengan gagah dan membusung dada membawa surat peringatan kedua. Lagi-lagi dengan maksud yang sama: karena dagangan mereka dianggap merusak wajah kota dan demi sebuah proyek renovasi yang tak berarti apa-apa bagi perut anak-anak mereka.

Gambar: SiRUP LKPP – Proyek renovasi taman kota

Mendengar alasan Satpol PP arogan itu, Aal bergeming, karena sudah tak ada lagi air mata yang bisa ia tumpahkan untuk meratapi nasib. Kata Aal: Mereka bilang kami merusak keindahan taman kota. Padahal kamilah yang membuat taman kota ini indah. Sebelum kami di sini, taman kota masih minim penerangan. Justru, ketika kami berdagang di sini, taman kota menjadi hidup. Lebih terang. Dan bahkan menjadi tempat yang rawan perzinahan dan kejahatan.

Foto: Instagram @satpolppkab.kampar – Saat Satpol PP Kampar kembali memberi surat peringatan kepada pedagang di Taman Kota

Tapi ironinya, ketika para pedagang itu menolak digusur dan ingin berdialog dengan Bupati Ahmad Yuzar, bupati yang terhormat lagi bijaksana itu (menurut para penjilatnya), justru menghindar, dan memilih bersembunyi di balik meja kerjanya yang dihiasi permadani.

Foto: Media Center Kampar – Bupati Kampar Ahmad Yuzar

Melihat sikap bupati seperti orang diam-diam cepirit itu, Aal dan para pedagang lainnya membayangkan Ahmad Yuzar seperti raja firaun yang tak sudi menyentuh tangan-tangan kasar rakyat kecil seperti mereka.

Padahal, kata Aal, jarak antara tempat mereka berdagang dengan tempat Yuzar menikmati kekuasaan dan kekayaannya, hanya sekitar dua puluh langkah. Tapi di tengah nasib pedagang yang dikepung lapar dan derita, Yuzar justru memilih tidur dan bersenggama dengan mimpi-mimpi indahnya.

Foto: Riau Pos – Saat Ahmad Yuzar menyerahkan sejumlah sepeda motor untuk menambah operasional Satpol PP

Harapan Aal, Yuzar seharusnya turun dari ranjang tidurnya dan keluar bertemu dengan mereka. Mendengar dan berbicara secara langsung. Dari mata ke mata. Dari kepala ke kepala. Bukan dengan tangan besi aparat. Bukan juga dengan selembar surat.

Mungkin, Yuzar mampu membeli segudang beras. Membungkus air seluas sungai. Dan tidur ngangkang di atas tumpukan proyek dan proposal. Tapi bagi para pedagang yang berkali-kali digusur paksa itu, jangankan untuk merambah hutan lindung dan menanam sawit berhektar-hektar, untuk bisa membayar token listrik yang sudah berbunyi seperti sirine pemadam saja, mereka sudah amat sangat bersyukur.

Di akhir percakapan kami, Aal berucap: Kalau seandainya bupati tak kunjung mau berdialog dengan kami, jangan salahkan kami kalau kami berdagang di halaman Balai Bupati!

Reporter: Bintang Islami

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *