PBHI Sumbar: Kehadiran Polisi di Tengah Konflik Lahan Masyarakat Nagari Kapa Justru Membuat Gaduh

Foto: polisi ketika berada di lokasi lahan konflik

Senin, 7 Oktober 2024, polisi kembali menangkap Lima orang petani di lahan Berstatus Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang tengah diproses oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Pasaman Barat bersama Kementerian Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN).

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sumatera Barat, Ihsan Riswandi menilai kehadiran aparat kepolisian di Nagari Kapa tidak menyelesaiakan konflik antara masyarakat petani dengan anak perusahaan Wilmar Group, PT Permata Hijau Pasaman (PHP 1).

“Kehadiran aparat justru membuat kegaduhan. Penangkapan ini mengarah pada praktik penegakan hukum yang tidak adil dan semena-mena,” ujar Ihsan Riswandi.

Menurutnya, penangkapan petani Nagari Kapa adalah bentuk pembungkaman kepada masyarakat sedang memperjuangkan haknya, dan hal tersebut menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sebelumnya sembilan orang ditahan kemudian dibebaskan. Sekarang lima orang ditahan dan dibebaskan. Jadi apa tujuan aparat membawa petani tersebut ke Polda Sumbar? Bukankah ini bentuk intimidasi kepada masyarakat kecil yang sedang memperjuangkan haknya?” Sebutnya.

Permasalahan ini bermula saat ratusan polisi dari Polres Pasaman Barat dan Polda Sumatera Barat mengawal pihak perusahaan PT. Permata Hijau Pasaman I (PHP I) – Wilmar Group untuk melakukan penggusuran tanaman, pondok, serta posko milik petani.

“Masyarakat berdiam di atas lahan mereka. Tidak melakukan tindakan anarkis. Justru tindakan represif dilakukan oleh aparat penegak hukum yang mengakibatkan sejumlah petani mengalami luka-luka.” Terang Ihsan.

Lebih lanjut, menurut Ihsan, Polri mempunyai Peraturan Kapolri Nomor 16 tahun 2006 tentang Pengendalian Massa. Ada tiga situasi yang harus diperhatikan Polri, yakni merah, kuning, dan hijau.

Pada fase hijau, Polri hanya melakukan pengamanan dan imbauan agar massa tetap tertib dalam menyampaikan pendapatnya. Dalam fase kuning, Polri tetap mengambil sikap berlindung sambil mengerahkan mobil Polri untuk maju dan memecah belah massa, dengan syarat ada pelemparan atau tindak kekerasan dari massa. Pada fase merah, Polri berhak melakukan penegakan hukum.

Reporter: Sarah Azmi 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *