Dari Narapidana Aktif ke Kursi Komisaris: Silfester Matutina adalah Tauladan Kita

Penulis: Andreas Mazland

ihwal.co – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2025 meningkat jadi 7,28 juta jiwa. Perhitungan itu didominasi oleh kaum muda. Sebuah laporan menyedihkan bagi negara yang selalu mengejan-ejankan bonus demografi dan slogan Indonesia Emas 2045 layaknya orang sembelit.

Barangkali mahasiswa pasca-sarjana hukum yang tengah tunggang-tunggik belajar teori sembari mengambil job sampingan untuk sebatang dua batang rokok, penyair muda yang mengotak-atik bahasa untuk melamar kekasihnya, dan seekor aktivis Aksi Kamisan tingkat kabupaten dengan rokok ilegal juga termaktub dalam laporan BPS itu.

Terlepas dari itu semua. Ini mungkin hanya soal keberanian meneroka jalan, dan ketidakmampuan kita mencari informasi di mana lumbung-lumbung pekerjaan selalu terbuka. Buktinya, Silfester Matutina, orang yang secara kapasitas jauh dari kata layak mampu menjadi komisaris sebuah badan usaha milik Kementerian BUMN, bahkan ia diminta secara langsung oleh Yth. Erick Thohir.

Bagaimana tidak, dari orang-orang yang disebut di atas, Silfester tentu kalah telak. Ia hanyalah seorang alumnus sebuah kampus yang berdiri di atas ruko tiga lantai di kawasan Jakarta. Bahkan kampus Silfester itu sekarang tidak ada lagi, karena izin berdirinya telah dicabut Dikti lantaran melakukan pelanggaran berat pada tahun 2023, termasuk penipuan terhadap mahasiswa serta penerbitan ijazah diploma 1 tanpa perkuliahan, atau bahasa Indonesia yang baik dan benarnya; jual-beli ijazah.

Yang paling mengagumkan lagi, Silfester adalah terpidana aktif sejak 2019 karena menghina Jusuf Kalla, dan sudah dijatuhi vonis penjara 1,5 tahun secara inkrah (putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap). Mulanya Silfester berkilah bahwa ia telah menjalani hukuman tersebut. Namun berdasarkan pernyatan Anang Supriatna, Kapuspenkum Kejagung, pada 4 Agustus 2025 di Kompas TV, bahwa Silfester belum menjalani proses penahanan.

Kemudian Silfester mengeluarkan pernyataan baru bahwa kasusnya telah selesai lantaran ia dan pihak Jusuf Kalla sudah berdamai. Tak membutuhkan waktu lama, pihak JK yang diwakili Hamid Awaludin, mengkonfirmasi bahwa tidak pernah ada pertemuan antara Silfester dan JK untuk berdamai. Bahkan JK sendiri heran mengapa Silfester tak kunjung ditahan, padahal kasusnya sudah lama inkrah.

Tapi terlepas dari itu semua, yang pasti selama 2019, sejak putusan itu keluar, hingga 2025, Silfester belum pernah dijerujikan atas kasus tersebut. Entah siapa induk semang Silfester—uhukkkk Jokowi, sehingga ia kebal hukum. Dan yang lebih saktinya lagi, dalam status narapida itu, ia diangkat menjadi Komisaris Independen ID Food (PT Rajawali Nusantara Indonesia).

Sementara alumnus kampus negeri atau swasta bergensi di seluruh Indonesia, wajib menyertakan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai bukti bahwa mereka bersih dari catatan kriminal atau tidak pernah terlibat tindak pidana, setiap kali ingin melamar pekerjaan di perusahaan tertentu, apalagi perusahaan milik negara. Sudah begitupun, jangankan menjadi komisaris, untuk sekadar lolos dari proses seleksi kerja saja belum tentu.

Lalu mengapa Silfester bisa mendapatkan posisi yang lebih tinggi dari mimpi seorang mahasiswa penganggur yang sedang menggaruk peler di bilik pengasingan cum secara otomatis terhimpun dalam data keluaran BPS bersama jutaan pemuda lainnya?

Sudah barang tentu, karna Silfester mahir menjilat. Inilah pokok penting yang patut saya terangkan pada para penganggur agar diteladani dan diguguh dari sosok Silfester. Ia paham benar, bahwa menjilat adalah lumbung pekerjaan yang selalu terbuka: tidak ada batas usia, test IQ, ujian tertulis dan sebagainya dan sebagainya. Selagi mau menjilat penguasa sampai ke lubang dubur, pasti akan terpakai, minimal jadi komisaris.

Sejatinya, Silfester bukan orang pertama yang mendapatkan posisi penting karena menjilat. Ada ratusan orang yang sebangsa dengannya di republik tercinta ini. Tapi mengapa hanya Silfester yang layak diteladani? Karena ia seorang narapidana aktif juncto tamatan sebuah kampus yang gedungnya tidak lebih besar dari Warung Ayah Rojak milik keluarga Ayu Ting Ting.

Tapi dengan latar belakang capuk itu, ia berhasil naik ke posisi yang tidak bisa dianggap remeh: komisaris. Bandingkan dengan para penjilat lainnya di republik ini, rata-rata dari mereka adalah tamatan kampus bergengsi, dalam dan luar negeri, dengan gelar sepanjang tali beruk. Apa tidak makin salut, idola, panutan, bedelau, tahniah, dan pantek kita dengan sosok tauladan seperti Silfester.

Saya saja menulis ini dengan tangan gemetar, lantaran tak kuasa menahan haru-biru betapa takjubnya saya pada Silfester. Suatu ketakjuban yang melebihi semangat nasionalisme saya, yang kalau dijual pun hanya cukup untuk membeli setengah bungkus rokok ilegal.

Maka dari itu, saya menghimbau seluruh generasi muda untuk mengikuti khazanah yang diterapkan Silfester dalam hidupnya. Tinggalkan sekolah dari sekarang dan bakar semua buku ajar, atau buku apapun yang mengandung ilmu pengetahuan. Karena sesungguhnya dalam mentauladani Silfester, ilmu pengetahuan dan pendidikan tidak dibutuhkan, tidak punya tempat. Wassalam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *