Sabtu, 04/01/2024, Anton, aktivis yang mengadvokasi Tenaga Kesehatan Sukarela (TKS) Kampar kecewa dengan sikap Pj Bupati Kampar, Hambali, yang tidak mau mengikutsertakan TKS ke dalam seleksi pendaftaran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada periode ini.
Ketika bertemu dengan Hambali, Anton justru mendapat pernyataan yang tidak etis dari seorang pemimpin tertinggi di Kabupaten Kampar itu. “Kato Hambali, jen ang urus anak-anak kughang ajau du le (kata Hambali, jangan kau urus anak-anak kurang ajar itu lagi),” ucap Anton sembari menirukan ucapan Hambali yang dilontarkan kepadanya.
Mendengar pernyataan itu, Anton langsung membalas pernyataan tidak pantas Hambali itu dengan mengatakan bahwa Hambali-lah yang sebenarnya kurang ajar karena menyebut TKS sebagai anak yang kurang ajar, “Apak yang kughang ajau (Bapak yang kurang ajar!),” lanjutnya kemudian.
Padahal, menurut Anton, TKS juga memiliki hak yang sama seperti tenaga Non-ASN yang lain, sama-sama harus diberi ruang yang sama oleh pemerintah dalam hal akses hak mengikuti pendaftaran PPPK, dengan tidak membeda-bedakan mereka, apalagi sampai menyebut mereka dengan kata-kata yang tidak pantas.
“Permintaan para TKS jelas, hanya agar mereka diberi ruang yang sama untuk mengikuti tes PPPK. Bukan meminta pasti lolos sebagai PPPK. Bukan. Hanya minta agar mereka bisa mendapat akses yang sama ketika pendaftaran. Lolos atau tidak, itu urusan nanti,” tegas Anton.
“TKS ini sama seperti tenaga kesehatan yang lain, bahkan juga sama seperti guru. Kalau guru bertugas mencerdaskan, sementara TKS bertugas menyehatkan. Dan banyak dari mereka yang sudah membantu dan bekerja di pemerintahan selama bertahun-tahun meskipun gaji dan status kepegawaiannya masih belum jelas,” terang Anton kemudian.
Anton berharap Hambali mau turun ke bawah, melihat secara langsung persoalan mengenai seleksi PPPK ini. Menurutnya, banyak persoalan yang mungkin belum banyak diketahui Hambali.
“Seperti adanya Tenaga Honor yang hampir tidak pernah masuk kerja, tapi bisa ikut seleksi PPPK. Kemudian juga adanya nepotisme, seperti yang saya temui di BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia), ada beberapa orang dari keluarga mereka yang didahulukan untuk bisa ikut seleksi, padahal mereka tidak memenuhi syarat,” Tegas Anton.
Reporter: Ziyad Ahfi
Editor: Muhammad Syafii