ihwal.co – Dari sekitar 600 peserta aksi yang saat ini ditahan di Mapolda Metro Jaya tanpa kepastian hukum yang jelas dan nasib mereka di sana, terdapat satu nama yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Orang tersebut adalah Khariq Anhar (24), mahasiswa Universitas Riau. Ia ditangkap di Bandara Soekarno Hatta tangg 29/08/2025 pagi saat hendak pulang ke kampung halamannya, di Provinsi Riau.
Alasan polisi menetapkan Khariq sebagai tersangka adalah untuk menindaklanjuti laporan dari seorang advokat bernama Baringin Jaya Tobing atas postingan akun Instagram @aliansimahasiswapenggugat tanggal 27 Agustus 2025 yang dikendalikan Khariq.
Postingan itu dituding merubah secara sengaja statemen Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam sebuah laman berita. Padahal beberapa kata di bagian berita tersebut ditimpal dengan teks lain oleh Khariq dengan maksud sebagai satire atas pernyataan Said Iqbal yang melarang gerakan mahasiswa, pelajar dan BEM untuk bergabung ke dalam aksi buruh di tanggal 28 Agustus 2025.
Tanpa adanya proses hukum yang transparan, Khariq tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka dengan dakwaan yang mengarah pada pelanggaran serius dalam UU ITE. Ia dijerat dengan berbagai pasal, yaitu Pasal 28 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1), Pasal 48 Ayat (2) jo Pasal 32 Ayat (2), dan Pasal 51 Ayat (1) jo Pasal 35 UU ITE, yang memuat ancaman pidana dengan hukuman maksimal 9 sampai 12 tahun penjara.
Dari penetapan tersangka ini, terungkap sejumlah kejanggalan yang mengindikasikan adanya upaya kriminalisasi terhadap Khariq. Pertama, saat ditangkap, Khariq langsung dibawa ke Mapolda Metro Jaya oleh aparat kepolisian tanpa adanya surat penangkapan yang sah. Lebih parah lagi, saat proses penangkapan, Khariq mengalami kekerasan fisik, terutama dipukul pada bagian leher dan kepala.
Kedua, yang lebih mencurigakan, adalah kenyataan bahwa Khariq sudah ditetapkan sebagai tersangka bahkan sebelum proses penangkapan berlangsung, di mana hal tersebut jelas bertentangan dengan prosedur hukum acara yang berlaku.
Ketiga, saat pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Khariq mengaku berada di bawah tekanan penyidik. Ia diarahkan untuk mengakui bahwa akun Instagram @aliansimahasiswapenggugat yang ia kelola adalah sumber utama yang memprovokasi akun-akun media lainnya, yang akhirnya memicu aksi-aksi besar yang kini terjadi dan mengguncang berbagai daerah.
Mhd Zakiul Fikri, yang tergabung di dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi, dan juga adalah penasehat hukum Khariq membenarkan adanya upaya kriminalisasi yang ditujukan kepada Khariq tersebut. Katanya, Khariq adalah korban kriminalisasi aparat untuk dijadikan “kambing hitam” yang akan ditumbalkan oleh kepolisian sebagai aktor intelektual yang harus bertanggungjawab atas kerusuhan yang terjadi di berbagai daerah saat ini.
Zakiul mengatakan demikian karena beberapa alasan; pertama, Khariq bukanlah peserta aksi demonstrasi tanggal 25 agustus dan tanggal 28 sebagaimana yang disangkakan. Keberadaannya di Ibu Kota semata-mata hanya dalam rangka menghadiri Musyawarah Nasional IBEMPI (Ikatan Badan Eksekutif Mahasiswa Pertanian Indonesia) di tanggal 25 Agustus 2025, bukan untuk mengikuti aksi, sehingga delik pidana yang disangkakan oleh tim Siber Polda Metro Jaya kepadanya sebagai provokator yang memulai aksi adalah tidak benar.
Kedua, Khariq sama sekali tidak mengetahui nama-nama akun media lain yang turut ikut membagikan postingan yang dianggap mendorong terjadinya berbagai aksi massa beberapa waktu ini.
Ketiga, alat bukti tidak cukup dan tidak jelas untuk menetapkan Khariq sebagak tersangka. Dan, keempat, pihak yang dirugikan dalam delik aduan yang disangkakan tidak jelas.
Artinya, penangkapan Khariq ini justru menjurus pada kriminalisasi. Maka dari itu, kami meminta kepada cerdik pandai, alim ulama, dan tokoh masyarkat di Riau untuk menjadi penjamin penangguhan penahanan saudara Khariq Anhar, putra Kuantan Singingi sekaligus mahasiswa Universitas Riau itu yang sampai saat ini masih masih mendekam di balik jeruji tahanan Mapolda Metro Jaya, Jakarta.