BANGKINANG KOTA. Kamis, 10 Juli 2025 merupakan Aksi Kamisan Kampar jilid 3. Agenda aksi yang diusung kali ini adalah menuntut pemerintah menghentikan proyek manipulasi penulisan sejarah.
Bintang Islami dari Aksi Kamisan Kampar mengatakan,”Hari ini, negara melalui menteri Fadli Zon sibuk menulis ulang sejarah bukan untuk mengungkap kebenaran, tapi menguburnya.”
“Penulisan sejarah itu harus dihentikan karena narasi yang keluar dari muncung Fadli Zon menyangkal fakta dan menutupi suara para korban pelanggaran HAM berat. Republik ini bukan milik mereka yang hari ini berkuasa, tapi milik rakyat dan korban,” ujarnya kemudian.

Di atas trotoar di seputaran taman kota dan di depan Balai Bupati Kampar, Aksi Kamisan Kampar juga mengusung isu penolakan atas rencana Pemerintah Kampar menggusur pedagang di Taman Kota.
“Penggusuran ini dilakukan secara sepihak dan semena-mena. Pemerintah sama sekali tidak membuka ruang dialog, seolah-seolah para pedagang kecil ini hanya tunggul mati yang mengganggu lenggak lenggok jalannya pemerintahan,” kata Bintang.
“Apalagi dikabarkan bahwa akan ada proyek revitalisasi taman kota, dan pedagang ini diusir dari tempat mereka biasa berjualan demi alasan mengganggu nilai-nilai estetika para pejabat pemerintah.”
“Padahal para pedagang ini berjualan bukan untuk menjadi kaya seperti bupati dan elit-elit lainnya itu. Mereka berjualan hanya untuk membayar token listrik yang berbunyi di rumahnya, hingga memastikan lambung anak-anak mereka di rumah tetap terisi,” ujar Bintang sembari menuntut Pemerintah Kampar menghentikan rencana penggusuran tersebut.

Aksi Kamisan Kampar tetap menyuarakan keadilan untuk Bu Shinta dan anaknya yang menjadi korban kekerasan fisik dan psikis di Pesantren Darul Quran Kampar.
“Kami menuntut para pelaku kejahatan diadili, pimpinan pondok bertanggung jawab, dan bersama Pemerintah Kampar memulihkan korban secara fisik, psikis dan mengembalikan hak-hak pendidikannya. Pesantren apa namanya ini yang sedikit pun tak punya hati nurani? Ajaran Islam jenis apa yang mereka anut? Bukan mata yang di kepala mereka itu yang buta, tapi mata yang ada di dada mereka telah gelap gulita,” tegas Bintang.

Seperti pada aksi sebelumnya, Aksi Kamisan Kampar juga memfasilitasi perpustakaan jalanan untuk dibaca oleh siapa saja yang tertarik.
Sore itu, Bang El, datang dengan bersepeda untuk sekadar nongkrong sembari melihat buku-buku. Ia lantas membuka ruang diskusi tentang buku dan bagaimana caranya membuat orang-orang agar tertarik dengan buku.
Bang El berbagi pengalamannya berbisnis rumahan menyiapkan media pembelajaran untuk anak-anak, terutama agar anak mau membaca buku.
Banyak pengetahuan menarik yang dibagikan sore itu oleh sarjana sastra arab di salah satu perguruan tinggi negeri Islam tersebut. “Intinya,” ujar Bintang, “Aksi Kamisan bukan sekadar ajang protes, tetapi juga merupakan wadah pertemuan warga sembari bercakap-cakap dan berbagi pengetahuan. Siapa saja boleh hadir di sini setiap Kamis sore mulai pukul 4,” ajak Bintang.

Jam telah menunjukkan pukul 6 sore. Itu pertanda buku-buku mesti segera dikumpulkan, kertas karton dan poster aksi segera digulung kembali, dan Aksi Kamisan Kampar jilid 3 ini berakhir bersamaan dengan para pengendara di jalanan yang pulang ke rumah.
Orang-orang berkumpul bersama keluarga, meski di luar sana masih banyak yang diliput cemas. Tapi, rumah adalah tempat terbaik untuk mengisi ulang baterai harapan. Agar esok kita kembali kuat untuk menemukan keadilan yang disembunyikan negara.
Reportase: Baim