ihwal.co – Rabu, 2 Juli 2025, seorang mahasiswa UGM bernama Tiyo Ardianto dan salah seorang temannya, menggeruduk ruang rapat yang dihadiri oleh Komisi 3 DPR, Kapolda, Kajati, Kepala BNNP, dan Pengadilan Tinggi di Mapolda DI Yogyakarta.
Dalam rapat yang setelah diketahui adalah rapat para pejabat pembuat dan penegak hukum di Republik Oligarki ini, Tiyo dan temannya, yang mewakili BEM KM UGM, berinisiatif melakukan sebuah aksi yang menuntut agar masyarakat sipil yang ditersangkakan pada saat aksi Mayday di Jakarta dan Semarang segera dibebaskan.
Memang bukan seperti aksi jalanan yang dihadiri ribuan orang. Juga bukan seperti dinda-dinda aktivis yang seolah-olah paling kiri tapi otaknya ada di kantong kanda. Seorang diri, Tiyo berdiri di tengah-tengah mereka yang saban hari, bahkan (mungkin) lagi berak pun membicarakan keadilan.
Dengan mengangkat selembar kertas bertuliskan #BebaskanKawanKami, Tiyo berbicara lantang dan memberi mereka kultum tentang keadilan. Kata Tiyo: Omong kosong ketika kita bicara hukum, tapi hukum itu tidak memberi keadilan, dan hanya menjadi alat penguasa!
Kemarahannya didorong oleh upaya pembungkaman yang dilakukan institusi pembunuh Gamma dan ratusan orang di Kanjuruhan. Sebab, sampai hari ini, ada sekitar 14 massa aksi di Jakarta dan 8 massa aksi di Semarang yang masih berstatus tersangka—yang masa depannya terancam hanya karena menggunakan hak kebebasan berekspresinya di jalanan.
Belum sempat mendapat jawaban atas aksinya, seorang Polisi tiba-tiba menghampiri dan mengusirnya keluar dari ruangan megah-mewah itu. Mungkin, telinga mereka panas-mendidih mendengar keadilan. Mungkin juga, mata mereka katarak melihat selembar poster. Atau barangkali, kepala mereka tak sanggup menerima kebenaran sampai harus mengusir seorang anak muda yang sedang mengucapkan kebenaran.
Tidak puas mengusirnya dari ruangan, ketika hendak pulang dan menyalakan motor, kunci motornya dirampas Polisi. Ia digiring ke ruangan Propam dan diinterogasi oleh direktur intelijen.
Setelah selesai tanya-jawab dengan direktur intelijen, Tiyo mengira sudah selesai. Tapi ternyata, seorang anggota DPR datang menemuinya. Diketahui, orang itu bernama Andi Amar Ma’ruf Sulaiman, politisi Partai Gerindra.
Dalam pembicaraannya dengan Amar, Tiyo menyampaikan kepada kami bahwa Amar berjanji akan menyediakan ruang audiensi khusus untuk membicarakan persoalan ini.
Namun, setelah lama bermenung-beruk hingga melalui pergantian musim, sampai detik ini, belum ada kabar burung apapun dari Tiyo terkait kepastian janji anggota DPR tersebut.
Kalau janji ini tak kunjung ditunaikan, lagi-lagi kita semua layak menyebut isi kantor DPR itu tak lebih dari sekadar pengecut yang bersembunyi di dalam cangkang kura-kura.
Reporter: Bintang Islami